Kepemimpinan Dalam Organisasi

Sebutan “pemimpin” dan “manajer” tidaklah perlu dicampur adukkan karena kepemimpinan (leadership) adalah bagian tersendiri dari manajemen. Manajer melaksanakan fungsi-fungsi penciptaan, perencanaan, pengorganisasian, memotivasi, komunikasi, dan pengendalian (pengawasan). Dalam bab ini akan diuraikan factor-faktor dan berbagai teori perilaku kepemimpinan efektif dalam organisasi formal, yang akan menunjukkan bahwa motivasi eksternal yang didasarkan pada kepemimpinan yang efektif dapat meningkatkan salah satu kemampuan manajerial.
Pentingnya Kepemimpinan Dalam Organisasi
            Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan atau bimbingan, hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi mungkin menjadi renggang (lemah).
            Keith Devis menyebutkan bahwa “tanpa kepemimpinan, suatu organisasi adalah kumpulan orang-orang dan mesin-mesin yang tidak teratur (kacau balau). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi (membujuk) orang-orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias. Kepemimpinan merubah sesuatu yang potensial menjadi kenyataan”.
            Oleh karena itu, kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses. Jadi, organisasi perusahaan yang berhasil memiliki satu sifat umum yang menyebabkan organisasi tersebut dapat dibedakan dengan organisasi yang tidak berhasil. Sifat dan cirri umum tersebut adalah kepemimpinan yang efektif.
Teori-Teori Kepemimpinan
Latar Belakang dan Studi-Studi Klasik Kepemimpinan
            Banyak penelitian dan studi yang telah dilakukan untuk mengungkapkan tentang kepemimpinan, tiga terpenting diantaranya adalah :
1.    Studi Lippit dan White. Studi yang dilakukan oleh Ronald Lippit dan Ralph K.White pada akhir tahun 1930-an ini, dilakukan terhadap berbagai kelompok hobby anak-anak yang berumur 10 tahun. Masing-masing kelompok dipimpin oleh pemimpin yang mempunyai gaya yang berbeda-beda, yaitu otoriter, demokratis atau laissez-faire. Walaupu penelitian ini tidak memasukkan banyak variable tetapi telah menemukan bahwa perbedaan gaya kepemimpinan telah menimbulkan rekasi dan hasil yang berbeda-beda pula.
2.    Studi Ohio State. Biro penelitian bisnis di Ohio State University mencoba menganalisa bermacam-macam dimensi perilaku pemimpin yang efektif dalam berbagai kelompok dan situasi. Penelitian ini menggunakan kuesioner deskripsi perilaku pemimpin. Hasilnya telah diketemukan dua dimensi utama yang selalu muncul, yaitu perhatian (consideration)  dan struktur pengambilan inisiatif (Initiating structure). Factor consideration menggambarkan adanya saling percaya, kekeluargaan dan penghargaan terhadap gagasan bawahannya. Initiating structure menjelaskan bahwa seorang pemimpin mengatur dan menentukan hubungannya dengan bawahan.
3.    Studi Early Michigan. Studi ini dilakukan oleh Pusat Penelitian Survei University of Michigan pada tahun 1947. Studi ini bertujuan untuk menetukan prinsio-prinsio yang mempengaruhi produktivitas kelompok kerja dan kepuasan para anggota kelompok atas dasar partisipasi yang mereka berikan. Factor-faktor yang dikendalikan adalah seperti tipe pekerjaan, kondisi kerja, dan metode kerja.
            Dua belas pasangan dengan produktivitas tinggi dan rendah dipilih untuk diuji. Wawancara dilakukan terhadap 24 mandor. Hasilnya menunjukkan bahwa para mandor yang bekerja pada seksi “high-producing” lebih menyukai:
a.    Untuk menerima pengendalian yang lebih bersifat umum daripada khusus.
b.    Sejumlah wewenang dan tanggung jawab  yang mereka punyai dalam pekerjaannya
c.    Mempergunakan waktunya untuk pengendalian
d.    Memberikan pengendalian lebih umum kepada karyawan daripada yang khusus
e.    Orientasi lebih pada karyawan daripada orientasi kepada produksi.
            Sedangkan bagi para mandor yang bekerja pada seksi “low-producing” mempunyai cirri-ciri dan teknik-teknik yang berlawanan, yaitu pengendalian khusus dan orientasi pada produksi.
Teori sifat kepemimpinan
            Teori-teori sifat (trait theories) mengemukakan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dibuat. Teori ini sering disebut juga teori “great-man” lebih lanjut menyatakan bahwa seseorang itu dilahirkan membawa ayau tidak membawa ciri-ciri atau sifat-sifat yang diperlukan bagi seorang pemimpin, dengan kata lain, individu yang lahir telah membawa ciri-ciri tertentu yang memungkinkan dia dapat menjadi seorang pemimpin.
            Keith Davis mengikhtisarkan ada 4 ciri utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi :
1.    Kecerdasan (intelligence)
2.    Kedewasaan social dan hubungan social yang luas (social maturity and breadth)
3.    Motivasi diri dan doronan berprestasi
4.    Sikap-sikap hubungan manusiawi
Teori Kelompok
            Teori kelompok dalam kepemimpinan dikembangkan atas dasar ilmu psikologi social. Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dan bawahannya. Hal ini tampak pula dari hasil studi Ohio State khususnya dimensi pemberian perhatian (consideration) pada para bawahan yang akan memperluas pandangan kelompok terhadap kepemimpinan.
Teori situasional (Contingency)
            Pendekatan sifat maupun kelompok terbukti tidak memadai untuk mengungkap teori kepemimpinan yang menyelururuh, perhatian dialihkan pada aspek-aspek situasional kepemimpinan. Dimulai pada tahun 1940-an, Fred Fiedler telah mengajukan sebuah model dasar situasional bagi efektivitas kepemimpinan, yang dikenal sebagai contingency model of leadership effectiveness. Model ini menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan atau menyenangkan. Situasi-situasi tersebut digambarkan oleh foedler dalam tiga demensi empiric yaitu :
1.    Hubungan pimpinan anggota
2.    Tingkat dalam struktur tugas
3.    Posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan melalui wewenang formal
            Penemuan Fiedler menunjukkan bahwa dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan, tipe pemimpin yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan (task-directed atau hard-nosed) adalah sangat efektif. Tetapi bila situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan hanya moderat (terletak pada range tengah), tipe pemimpin hubungan manusiawi atau yang toleran dan lunak akan sangat efektif.
Teori Path – Goal
            Teori kepemimpinan dikembangkan dengan mempergunakan kerangka dasar teori motivasi. Teori path – goal ini menganalisa pengaruh kepemimpinan (terutama perilaku pemimpin) terhadap motivasi bawahan, kepuasan dan pelaksanaan kerja. Teori ini memasukkan empat tipe atau gaya pokok perlaku pemimpin, yaitu :
1.    Kepemimpinan direktif. Hasil penemuan menyatakan bahwa gaya kepemimpinan direktif mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasaan dan harapan bawahan yang melakukan pekerjaan mendua (ambiguous) dan mempunyai hubungan yang negative dengan kepuasaan dan harapan bawahan yang melakukan tugas-tugas jelas.
2.    Kepemimpinan suportif. Pemimpin yang selalu bersedia menjelaskan, sebagai teman, mudah didekati dan menunjukkan diri sebagai orang sejati; bagi bawahan.
3.    Kepemimpinan partisipatif. Pemimpin meminta dan menggunakan saran-saran bawahan tetapi masih membuat keputusan.
4.    Kepemimpinan orientasi-prestasi. Pemimpin mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan tersebut serta melaksanakannya dengan baik.
            Baik model Fielder maupun teori Path – Goal memasukkan tiga variable penting dalam kepemimpinan, yaitu : pemimpin, kelompok dan situasi.
Gaya - Gaya Kepemimpinan
            Gaya kepemimpina adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. Secara relative ada tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu otokratis, demokratis atau partisipatif dan laissez-faire.
·         Otokratis
a.    Semua penentu kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin
b.    Teknik-teknik dan langkah-langkah kegiatan didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkat yang luas.
c.    Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerja bersama setiap anggota
d.    Pemimpin cenderung menjadi “pribadi” dalam pujian dan kecamaanny terhadap kerja setiap anggota; mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukkan keahliannya.
·         Demokratis
a.    Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin
b.    Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan bila dibuatuhkan petunjuk-petunjuk teknis, pemimpin menyarankan dua atau lebih alternative prosedur yang dapat dipilih.
c.    Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
d.    Pemimpin adalah obyektif atau fact-minded dalam pujian dan kecamanny dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.
·         Laissez – Faire
a.    Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi minimal dari pemimpin.
b.    Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberikan informasi pada saat ditanya. Dia tidak mengambil bagian dalam diskusi.
c.    Sama sekali tidak ada partisipaso dari pemimpin dalam penentuan tugas.
d.    Kadang-kadang member komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.
Implikasi – implikasi Gaya dari Berbagai Studi Klasik dan Teori – teori Modern
            Studi Hawthorne diintepretasikan dalam istilah-istilah gaya pengawasan, dan teori X dari Douglas McGregor mencerminkan gaya otokratis dan teori Y nya menunjukkan gaya kepemimpinan humanistic. Studi Ohio State mengidentifikasi perhatian (tipe gaya suportif) dan struktur pengambilan inisiatif (tipe gaya direktif) yang menjadi fungsi-fungsi kepemimpinan utama.
Gaya-gaya Managerial Grid
            Managerial grid yang dikemukakan oleh Robert R.Blak dan Jane S.Mouton menunjukkan bahwa dua dimensi jaringan (grid) adalah perhatian terhadap produksi sepanjang horizontal.
Model Tiga Dimensional Reddin
            Jaringan Balek dan Mouton mengidentifikasikan gaya seorang majaer tetapi tidak secara langsung berkaitan dengan efektivitas. Willian J.Reddin, seorang professor dan konsultan Kanada, telah menambah dimensi ketiga atau efektivitas pada modelnya. Disamping memasukkan dimensi efektivitas, juga mempertimbangkan dampak sitasional apada gaya yang sesuai.
            Hal penting yang dikemukakan Reddin adalah bahwa setiap gaya tersebut dapat efektif atau tidak efektif tergantung pada situasi. Empat gaya pada kanan atas adalah efektif dan empat gaya pada kiri bawah adalah tidak efektif.
Gaya – gaya Efektif
1.    Eksekutif. Gaya ini memberiakan perhatian besar baik terhadap tugas maupun karyawan.
2.    Pembangun. Gaya ini memberikan perhatian maksimal terhadap karyawan dan perhatian minimum terhadap tugas.
3.    Otokrat penuh kebajikan. Gaya ini memberikan perhatian maksimum kepada tugas dan perhatian minimum terhadap karyawan.
Gaya – gaya Tidak Efektif
1.    Kompromis. Gaya ini memberikan perhatian besar baik terhadap tugas maupun karyawan dalam suatu sitiasi yang hanya memerlukan penekanan salah satu diantaranya.
2.    Misionaris. Gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap karyawan dan perhatian minimum terhadap tugas dimana perilaku seperti itu tidak cocok.
3.    Otokrat. Gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap tugas dan perhatian minimum terhadap karyawan dimana perilaku seperti itu tidak tepat.
4.    Pelarian. Gaya ini memberikan perhatian minimum terhadap tugas dan karyawan dalam situasi dimana perilaku seperti itu tidak sesuai.
Empat Sistem Manajemen Likert
Secara ringkas, keempat h=gaya tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.    Sistem 1 : Otokratik Eksploatif. Manajer mengambila semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memerintahkan dan biasanya mengeksploatasi bawahan untuk melaksanakannya.
2.    Sistem 2 : Otokratik penuh kebajikan. Manajer tetap menentukan perintah-perintah kerja tetapi bawahan diberi keleluasaan dalam pelaksanaanny dengan suatu cara patermalistik.
3.    Sistem 3 : Partisipatif. Manajer menggunakan gaya konsultatif. Manajer ini meminta masukkan dan menerima partisipatif dari bawahan tetapi tetap menahan hak untuk membuat keputusan final.
4.    Sistem 4 : Demokratik. Manajer memberikan berbagai pengarahan kepada bawahan tetapi memberikan kesempatan partisipasi total dan keputusan dibuat atas dasar konsesnsus dan prinsip mayoritas.
Diringkas dari Organisasi Perusahaan, Teori struktur dan perilaku oleh T.Hani Handoko, BPFE Yogyakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perhitungan Legal Lending Limit (LLL) dan Contohnya

Tokoh Pewayangan Favorit - Rama dan Sita -

ANALISIS SWOT PERUSAHAAN KOSMETIK MAKARIZO